




Solo International Etnic Music (SIEM) - Festival & Education adalah event kultural diselenggarakan secara berkelanjutan di kota Solo. Ketika pertama kalinya diselenggarakan pada tanggal 1 – 5 September 2007, Benteng Vastenburg, Solo. Kawasan situs budaya yang dibangun Baron van Imhoff tahun 1745 sebagai pertahanan tentara Belanda. Kemudian diambil alih sebagai markas tentara dan selama kurang lebih 30 tahun tertutup untuk umum. SIEM mengapresiasi tempat seperti itu, bukan sekedar cagar budaya, tetapi bagian dari strategi placemen. Kemasan (tampil beda) tindakan yang harus dilakukan ketika menghadapi masyarakat yang cita rasa, estetika-nya diseragamkan oleh kekuatan kapitalis. Jadi, festival harus punya medan magnit , dimensi resonansi, mengusik orang keluar rumah. Hasilnya, banyak kalangan mengatakan sukses , meskipun ukuran sukses bisa relatif. Jika penonton boleh menjadi salah satu indikatornya, kedatangan lebih dari lima puluh ribu orang selama festival, catatan sendiri bagi seni pertunjukan Indonesia.
Untuk kali ini, SIEM 2008 diselenggarakan tanggal 28 Oktober sampai 1 November di Pamedan Pura Mangkunegaran Solo, Indonesia. SIEM sendiri lahir karena kebutuhan cultural. Jika SIEM sebagai peluang, sebaiknya dilihat sebagai proses menuju perubahan lebih baik. Kita lelah bicara pada tataran diskursus, saatnya membuat kerangka kerja dan membawa kesenian hidup ditengah-tengah masyarakat, riil dan kokoh. Kesenian bagian integral dari kehidupan manusia. Hubungan masyarakat dengan seni seharusnya menjadi metabolisme mendorong perubahan. Perubahan politik, ekonomi dan kebudayaan disatu pihak kesenian berada dalam kondisi psikologis, kondisi dimana kesenian tidak bisa bicara banyak soal peradaban.
Sebagai gerakan kultural, SIEM sedang mencari bentuk untuk tidak tergantung pada siapapun. Komitmen dan otoritas bagian kerangka kerja yang sedang dijalankan sepenuh hati. Festival bukan tujuan utama, festival tidak lebih media yang dikontruksikan menjadi medan interaksi dan relasi seniman dan masyarakat dalam pluralisme. Ketika proses itu sendiri dimaknai bagian dari tujuan, maka kesediaan melakukan eksplorasi ide-ide baru dan segar cara kerja yang selama ini dilakukan dalam laboratorium dihuni beragam profesi, seniman, pengusaha, birokrat maupun mahasiswa. Daya tahan dan komitmen dasar ujinya waktu. Bukan hal yang aneh gerbong SIEM akan tampil wajah baru menggantikan wajah lama yang undur diri.
Kesadaran untuk selalu beda dan berubah adalah bagian ideologi SIEM. Gagasan memposisikan musik etnik di tengah kebudayaan global harus diuji. Kita tidak melawan agresrifitas imperialisme media, tetapi berjalan berdampingan dengan kekuatan besar itu. Masih ada ruang sosial yang punya kesadaran melihat dan menghargai perbedaan sebagai pilihan untuk memperkaya nilai kemanusiaan, maka SIEM dianggap sebagai alat perjuangan kultural.
SIEM sedang berproses menemukan bentuknya karena SIEM 2007 dan 2008 fakta kita ada dan beda. Eksistensi SIEM ada dipundak semua pihak, masyarakat, yang selama ini menaruh hati. Jika suatu saat SIEM bermetamorfose menjadi suatu yang elegan, karena kebutuhan masyarakat belajar pentingnya keteguhan hati menjaga identitas dan peradaban. Menurut panitia acara ini digelar agar Solo bisa menghargai perbedaan, memiliki hati dan peradaban. Cangkul ditangan petani apapun bisa tumbuh, kenapa kita tidak melakukan cara yang sama. Dengan kearifan dan kesabaran kita berjuang….PASTI.
( Foto : Adhimas Raditya Fahky Putra & Teks : SSJC )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar